Halo readers!
Kali ini saya akan membahas tentang lima kebudayaan bergerak dan tidak bergerak. Kebudayaan tidak bergerak disini ada gedung dan jalan, kebudayaan bergerak itu ada seni tari. Dari pada penasaran, langsung lihat saja yuk.
1. Masjid Raya Bandung
Kali ini saya akan membahas tentang lima kebudayaan bergerak dan tidak bergerak. Kebudayaan tidak bergerak disini ada gedung dan jalan, kebudayaan bergerak itu ada seni tari. Dari pada penasaran, langsung lihat saja yuk.
1. Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung saat ini
Masjid ini awalnya masih sederhana, dan hanya dibuat dari kayu. Di bagian depan masjid ada sebuah kolam besar untuk tempat mengambil air wudhu.
Masjid Agung Bandung pada tahun 1929
Tidak ada harga tiket masuk untuk ke Masjid Raya ini, hanya membayar parkir saja, semua orang bisa berkunjung kesini tanpa memikirkan budget yang mahal.
Akses untuk menuju ke Masjid Raya Bandung sangat mudah karena dia berada di pusat kota Bandung, jika mengendarai kendaraan sendiri, banyak penunjuk arah di pinggir jalan yang memberitahu dimana masjid ini berada dan kita tinggal hanya mengikuti petunjuk tersebut. Atau kalian bisa menaiki angkutan kota (angkot) berwarna hijau tua jurusan Soreang - Bandung.
Sekarang, di sekitar Masjid Raya Bandung banyak kendaraan yang parkir sehingga menimbulkan kemacetan, ditambah lagi di sisi kiri jalan sebelum masjid adalah pusat perbelanjaan pakaian. Saran saya, harus dibuat lahan parkir yang lebih luas lagi agar tidak menimbulkan kemacetan, dan himbauan untuk semua orang jangan membawa kendaraan beroda 4 karena akan sulit mendapatkan lahan parkir.
2. Jalan Braga
3. Gedung Sate
2. Jalan Braga
Dahulu, jalan Braga dikenal sebagai jalan culik karena jalannya yang sempit, sunyi, dan cukup rawan apa lagi untuk wanita dan anak-anak. Tetapi lama-kelamaan para usahawan Belanda membangun toko-toko di jalan ini, dari mulai super market, bar, toko pakaian, dan sebagainya. Sisi baik dari jalan Braga yaitu sudah tidak sunyi dan rawan lagi. Namun sisi buruknya banyak tempat hiburan malam yang didirikan disini, sehingga turis dari mancanegara pun sangat tertarik untuk berkunjung kesini karena tempat hiburan malam tersebut, termasuk bar.
Karena sisi negatif itu sangat mengganggu, para warga pun membuat pamflet dan menyebarkan teguran dalam bentuk surat yang isinya memberitahu para turis jika ingin berkunjung kesini harap membawa pasangan atau istrinya, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Pada masa Hindia Belanda, jalan Braga ini sudah cukup ramai oleh orang-orang yang menengah keatas.
Jalan Braga pada tahun 1935
Sekarang, di jalan Braga muncul toko apotek baru, mini market, restoran, mall, dan tempat hiburan malam tersebut sudah ditiadakan.
Jalan Braga saat ini
Sama dengan Masjid Raya Bandung, di jalan Braga pun masih banyak orang-orang yang memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan. Dengan jalan Braga yang cukup sempit dan banyaknya kendaraan yang parkir, akan menimbulkan kemacetan juga tentunya. Padahal, mall Braga City Walk menyediakan lahan parkir yang cukup luas. Sebaiknya, kendaraan-kendaraan tersebut dipindahkan ke tempat parkir Braga City Walk, dan pinggir jalan dikosongkan agar pejalan kaki pun merasa nyaman dan tidak terganggu oleh banyakna kendaraan di sekitar.
Jalan Braga tidak jauh dari pusat kota dan Masjid Raya Bandung, aksesnya pun tentu tidak sulit, kita bisa mengendarai kendaraan sendiri, menaiki taksi, maupun mobil angkutan kota. Jika ingin menaiki angkutan kota dan dari utara Bandung, naik jurusan Kalapa - Ledeng, turun di BIP (Bandung Indah Plaza) dan naik lagi jurusan Kalapa - Stasiun, turun di Jalan Braga, sampai!
Yang tidak banyak orang luar tahu di Jalan Braga ini adalah hampir seluruh bangunannya yaitu bangunan tua yang sudah ada pda jaman Belanda.
3. Gedung Sate
Nama awal Gedung Sate yaitu Government Bedrijven, dibangun pada tahun 1920 dan selesai tahun 1924. Gedung hasil rancangan tim arsitek J. Gerber ini tak lepas dari nuansa tradisional nusantara walau mengarah pada gaya arsitektur Indo-Eropa.
Di luar gedung terdapat halaman yang cukup luas dan ditanami rumput hijau disekelilingnya, di sebrang gedung terdapat trek untuk jogging dan jalanan dari batu kerikil untuk terapi dan menyembuhkan penyakit yang biasanya dipakai oleh lansia.
Gedung Sate merupakan kantor pemerintah pusat provinsi Jawa Barat, tidak ada tiket masuk, jadi tidak sembarang orang bisa masuk ke gedung tersebut, hanya orang-orang tertentu saja. Atau jika kalian ada izin untuk mengunjungi gedung ini dengan alasan yang kuat, kalian bisa masuk kesini. Misalnya bertujuan untuk mewawancarai Gubernur Jawa Barat.
Nah, untuk kalian yang dari luar kota dan ingin berkunjung ke Gedung Sate, bisa mengendarai kendaraan sendiri, angkutan kota, dan damri. Untuk yang membawa kendaraan sendiri, keluar Tol Pasteur jalan terus sampai flyover pasupati, lalu ke jalan Sentot Alibasjah, kemudian ke jalan Dipenogoro, dan sampai ke Gedung Sate.
Jika dari terminal Leuwi Panjang naik bus damri jurusan Leuwi Panjang - Dago dan turun di perempatan dago dipenogoro sulanja, dan disusul naik mobil angkutan kota berwarna hijau hitam jurusan 05 jurusan Ledeng - Cicaheum, dan sampai ke Gedung Sate.
Dan jika dari luar kota naik kereta yang biasanya turun di stasiun Bandung, agar lebih dekat lagi kalian bisa turun di stasiun Kiaracondong, naik angkot berwarna hijau putih 16 jurusan Riung Bandung - Dago, dan sampai.
Pada malam hari, Gedung Sate terlihat sangat indah dengan lampu-lampu yang mengelilinginya.
Gedung Sate pada malam hari
Namun, dibalik keindahan gedung yang indah dan megah tersebut, pada hari minggu banyak sekali pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar sehingga mengganggu pejalan kaki. Pedagang kaki lima tersebut harus dibersihkan dari trotoar dan dibuatkan lahan untuk berdagang di sekitar gedung. Jika akan berkunjung kesini diusahakan jangan pada hari libur karena akan sangat ramai dan menimbulkan kemacetan. Himbauan untuk orang-orang yang berkunjung kesini diusahakan jangan pada hari minggu karena akan sangat ramai.
4. Villa Isola
Villa Isola dibangun pada tahun 1933 oleh Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker. Villa ini milik Dominique Willem Berretty, seorang hartawan dari Belanda. Villa Isola terletak di jalan Setiabudhi. Seiring perkembangan, bangunan mewah ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Gedung ini sempat menjadi tempat kediaman Jendral Hitoshi Imamura pada tahun 1942.
Pada taman di belakang gedung terdapat kolam yang dihiasi berbagai macam bunga, dan ada lapangan tenis. Di sebelah utara ada garasi untuk menyimpan kendaraan, rumah pelayan, gudang, dan sebagainya.
Villa Isola pada tahun 1933
Dia berada di dekat Masjid Raya Bandung, hanya tinggal berbelok ke kanan sudah sampai kesini. Villa Isola masih belum terlalu terkenal seperti Masjid Raya Bandung dan Gedung Sate, karena akses menuju Villa Isola sangat ramai, tak jarang kemacetan pun melanda di jalan Setiabudhi, sehingga orang-orang lebih memilih berkunjung ke pusat kota Bandung.
Untuk menuju ke Villa Isola, dari Stasiun Kiaracondong naik angkot biru kuning 15 jurusan Margahayu Raya - Ledeng, turun di Jalan Jakarta, dan naik damri jurusan Cicaheum - Leuwipanjang.
Himbauan untuk semua orang yang berkunjung kesini jangan sampai merusak fasilitas maupun tanaman yang ada di sekitar gedung, maupun benda-benda di dalamnya karena sebagian dari itu merupakan peninggalan sejarah.
5. Tari Jaipong
Tari jaipong terbentuk oleh seorang seniman bernama H. Suanda sekitar tahun 1976. Tarian ini merupakan pnggabungan dari beberapa tradisi khas Jawa Barat yaitu topeng banjet, wayang golek, gerakan pencak silat, dan sebagainya.
Pada saat-saat awal munculnya tari jaipong di Jawa Barat, seni tersebut menjadi seni pertunjukkan hiburan tersendiri bagi para warga. Disebut seni pertunjukkan hiburan karena warga merasa terhibur jika ada pertunjukkan tari jaipong. Jaipong juga sering mengadakan acara sendiri ataupun sebagai penghibur di acara pernikahan.
Perkembangan jaipong cukup pesat, kehadiran karya seni tari ini menarik perhatian masyarakat Indonesia maupun mancanegara, tak jarang turis-turis menyempatkan belajar tari jaipong ketika berkunjung ke Jawa Barat walaupun hanya sementara.
Ada sedikit permasalahan terkait karya seni yang ini. Seringkali orang-orang mengetahui tari jaipong itu dari Bandung, padahal tari jaipong asli Karawang. Lalu dibawa ke Bandung oleh seniman disana dengan tujuan untuk meningkatkan karya seni asal Karawang ini. Tetapi ketika sukses, yang bagus malah di Bandung. Oleh karena itu, kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata akan menjelaskan lagi bahwa tari jaipong berasal dari Karawang.
sumber: id.wikipedia.org